Dongeng – Putri Aubergine

Dongeng dari India.

Seorang brahmana tua sedang berjalan terseok-seok di tengah hutan. Diedarkannya pandangannya ke seluruh pojok hutan. Tangannya sibuk menyibakkan pohon-pohon kecil di depannya. Sudah seharian kakek ini mencari tumbuhan hutan yang bisa dimakan. Setiap kali dia merasa lelah, ingatannya tertuju pada istrinya yang sedang menunggu di gubuk mereka di pinggir hutan, yang sudah dua hari ini tidak makan. Untunglah hari ini dia menemukan beberapa umbi dan buah yang bisa dibawa pulang untuk santapan mereka. Tiba-tiba saat si kakek memutuskan untuk pulang, dia menemukan sebatang tanaman terung ungu atau orang-orang disana biasa menyebutnya Aubergine. Karena menurutnya tanaman itu akan berguna jika ditanam di pekarangan, maka dia mencabut dan membawanya pulang.

Pohon kecil itu lalu ditanamnya di depan rumah. Setiap hari kakek dan nenek menyiraminya, membersihkan rumput di sekelilingnya dan menjauhkannya dari hama yang mengganggu. Mereka memelihara dan menyayanginya seperti merawat seorang bayi, hingga tanaman itu tumbuh dengan subur.

Akhirnya, sebutir terung yang sangat besar dan cantik keluar dari tangkainya. Buah terung itu berkilauan ditempa sinar mentari pagi. Warnanya ungu dan putih, sangat cemerlang, meyegarkan mata semua yang memandangnya. Sang kakek dan nenek sampai tidak tega untuk memetiknya. Akhirnya buah itu dibiarkannya menggantung di tangkainya berhari-hari. Hingga suatu hari sudah tidak ada lagi persediaan makanan di rumah itu. Dengan terpaksa kakek menyuruh nenek untuk memotong buah terung tersebut untuk dimasak.

Nenek mengambil sebilah pisau di dapur dan pergi ke halaman untuk memotong tangkai buah terung itu. Namun tiba-tiba, “aahh..!” Nenek serasa mendengar seolah-olah ada suara erangan kecil saat pisaunya menyentuh buah terung. Lalu saat dia mulai mengupas buah tersebut, dia mendengar sebuah suara kecil yang sepertinya keluar dari buah yang dikupasnya.
“Hati-hatilah! Tolong berhati-hatilah mengupasnya. Nanti pisaunya bisa melukaiku,” kata suara tersebut.
Nenek merasa takut. Dia mencoba mengupasnya dengan sangat hati-hati, namun tak urung satu goresan kecil membuat terung itu terbelah. Sungguh menakjubkan dari dalamnya keluar seorang gadis kecil yang sangat cantik jelita. Berpakaian satin ungu dan putih. Luar biasa.

Kakek dan nenek sangat bahagia atas anugrah tersebut, terlebih lagi mereka berdua memang tidak memiliki anak satu pun. Maka mereka membesarkannya dan memanggilnya Putri Aubergine. Meski tidak dibesarkan di istana, tapi menurut kakek dan nenek, kecantikan dan kelembutannya tidak kalah dengan putri raja manapun.

Suatu hari seorang pelayan istana tanpa sengaja lewat di depan gubuk brahmana dan melihat putri Aubergine. Betapa dia sangat terpesona dengan kecantikan sang putri. Dia segera melapor kepada tuannya bahwa tidak jauh dari istana ada seorang gadis yang sangat jelita, yang jika tuannya melihatnya dia akan lupa pada semua gadis di dunia. Majikan pelayan itu adalah seorang raja. Dia memiliki seorang permaisuri yang sangat cantik dan tujuh orang putra. Ratu sangat tidak senang mendengar kabar tersebut. Rasa cemburunya memuncak. Dia tidak ingin ada gadis lain yang menandingi kecantikannya dan merebut raja darinya. Dan dia bersumpah akan membunuh putri Aubergine jika gadis itu dibawa ke istana.

Ratu ternyata menguasai ilmu hitam yang jahat. Dengan kata lain dia adalah seorang penyihir. Untuk melaksanakan niatnya, dia sengaja mengundang putri Aubergine ke istana dan berpura-pura terkejut melihat kecantikan sang putri.
“Oh, kau memang terlahir untuk tinggal di istana. Kecantikanmu luar biasa. Mulai saat ini kau harus tinggal di sini bersamaku. Jadilah saudariku,” kata ratu.

Sejak itu putri Aubergine tinggal di istana bersama ratu. Memakai pakaian-pakaian ratu, makan dan minum di tempat yang sama, bahkan kadang-kadang tidur di kamar yang sama. Bagi orang lain yang melihatnya, mereka layaknya adik dan kakak.

Namun Ratu rupanya sejak awal sudah dapat menerka bahwa putri Aubergine bukanlah manusia biasa melainkan seorang peri. Dia harus lebih berhati-hati melaksanakan niat jahatnya.

Suatu malam saat putri sedang tidur, ratu datang ke kamarnya. Dirapalnya sebuah mantra untuk menghipnotis putri, lalu ia bertanya:

“Wahai peri yang cantik! Katakan padaku…
Dimana kau sembunyikan jiwa abadimu..”
Dan dalam tidurnya putri menjawab:

“Di jiwa pangeran tertuamu!
Jika dia mati maka aku pun serta…”
Esoknya ketika ayam belum terbangun dan pangeran masih tertidur, ratu membunuhnya dengan tangannya sendiri. Dia lalu menyuruh seorang pelayan untuk melihat keadaan putri Aubergine. Pelayan itu melaporkan bahwa putri sudah bangun dan dalam keadaan sehat walafiat.

Ratu pun berteriak marah dan menangis karena menyadari mantranya tidak cukup kuat melawan kekuatan peri dan bahwa dia telah sia-sia membunuh anaknya.

Saat malam kembali datang, ratu mengulangi mantranya dan kembali bertanya:

“Wahai peri yang cantik! Katakan padaku…
Dimana kau sembunyikan jiwa abadimu..”
Dan dalam tidurnya putri menjawab:

“Di jiwa pangeran keduamu!
Jika dia mati maka matilah aku…”
Ratu segera membunuh anak keduanya. Tapi ternyata perbuatannya kembali sia-sia, karena esoknya dia melihat putri Aubergine yang menyapanya, pertanda bahwa dia baik-baik saja.

Begitulah kejadian ini berlangsung terus menerus hingga tidak ada lagi anaknya yang tersisia.
Ratu begitu dendam dan marah. Dia bertekad kali ini dia akan mengumpulkan semua kekuatannya supaya bisa mengalahkan putri Aubergine.

Malam itu, saat bulan tertutup awan, ratu dengan semua kekuatan jahatnya mendatangi kamar putri. Setelah merapal mantra terbaiknya dia kembali bertanya:
“Wahai peri yang cantik! Katakan padaku…
Dimana kau sembunyikan jiwa abadimu..”
Putri Aubergine yang malang, kali ini dia tidak bisa menyembunyikan lagi rahasianya, maka dia berkata:

“Di sebuah sungai nun jauh di sana
ada seekor ikan berwarna merah dan hijau,
di dalam ikan itu ada seekor lebah besar,
di dalam lebah itu ada sebuah kotak
dan di dalam kotak itu ada sebuah kalung permata.
Pakailah kalung itu, maka akupun akan mati.”
Ratu berteriak dalam hati. Betapa gembiranya dia. Sebentar lagi riwayat saingannya akan berakhir.

Esoknya, saat raja menemuinya, ratu menjatuhkan diri di hadapan raja dan dengan bercucuran air mata dia mengadukan penderitaannya kehilangan putra-putra kesayangannya. Raja yang mengira anak-anaknya meninggal karena sakit keras mencoba menghibur ratu.
“Apa yang bisa menghibur hatimu wahai ratuku? Apakah kau ingin pergi melihat negeri-neberi yang indah, atau perlukah aku belikan perhiasan-perhiasan yang mahal untukmu?” tanya raja.
“Tidak raja,” ratu menggeleng. “Aku hanya ingin sebuah kalung permata. Tapi dia tidak akan ditemukan di toko-toko permata. Dia ada di suatu tempat khusus!”
Lalu ratu menyebutkan tempat kalung itu berada dan raja segera memerintahkan semua nelayan untuk mencari ikan berwarna merah dan hijau.

Akhirnya setelah sekian lama menunggu, seorang nelayan datang mempersembahkan seekor ikan besar berwarna merah dan hijau, dan di dalam perut ikan itu ada seekor lebah besar dan di dalam lebah itu terdapat kotak yang isinya adalah kalung permata yang berkilauan. Ratu segera memasang kalung itu di lehernya.

Sementara itu putri Aubergine yang menyadari bahwa hidupnya terancam, memutuskan untuk pulang ke rumah ayah dan ibu angkatnya. Dengan sedih dia menceritakan bahwa sebentar lagi dia akan mati. Dia memohon pada sang Brahmana untuk tidak mengubur ataupun membakar mayatnya.
“Baringkanlah aku di tempat tidur yang indah, dandanilah aku dengan pakaian terbaikku, selimuti aku dengan hamparan bunga-bunga musim semi dan bawalah aku ke tengah hutan. Lalu buatkanlah dinding di sekeliling tempat tidurku sehingga tidak ada seorang pun yang bisa melihat ke dalam,” pinta putri.

Maka ketika ratu memakai kalung permata itu di lehernya seketika itu juga putri Aubergine berhenti bernafas. Kedua orang tuanya sangat berduka. Mereka segera melaksanakan keinginan putrinya. Kemudian brahmana itu membawa mayat putri ke hutan di sebelah utara yang lebih lebat dibanding wilayah lainnya.

Ratu mengirim seorang pelayan untuk melihat keadaan putri Aubergine dan segera mengetahui bahwa putri telah tewas namun Brahmana tidak mengubur mayat putrinya melainkan membaringkannya di hutan sebelah utara. Ratu kecewa dan khawatir kalau-kalau suatu saat raja akan menemukan mayat putri Aubergine ketika berburu di hutan. Kini hampir setiap saat raja pergi berburu untuk menghilangkan kesedihannya karena kematian putra-putranya. Dengan cemas ratu selalu menigingatkan raja untuk tidak berburu di sebelah utara. “Roh jahat akan mengganggumu,” katanya. Dan raja berjanji untuk mengingatnya.

Namun suatu hari setelah perburuan yang tiada hasil, raja terpisah dari rombongannya dan tanpa disadarinya telah tersesat ke sebelah utara. Di tengah rimbunan pephonan itu raja menemukan dinding tinggi tanpa pintu yang seolah-olah melindungi sesuatu yang berharga di dalamnya. Karena penasaran raja memanjat dinding itu dan menengok ke dalamnya. Oh betapa raja tidak percaya melihat di dalam ruangan itu terbaring seorang gadis yang cantik tiada tara seolah sedang tertidur pulas. Maka raja pun mendekati sang putri dan mencoba membangunkannya, namun tidak berhasil.
“Dia tidak mungkin mati,” pikir raja.Seharian itu raja menghabiskan waktunya untuk berdoa memohon supaya Tuhan mengijinkan mata gadis itu terbuka, namun tetap sia-sia. Akhirnya ketika matahari mulai tenggelam, raja pulang ke istananya dengan kecewa. Tapi, betapa raja tidak bisa melupakan wajah cantik sang putri. Seolah pagi tak kunjung datang. Dan ketika matahari baru membuka matanya, raja telah kembali memacu kudanya ke tempat bidadarinya bersemayam.
Demikianlah setahun telah berlalu. Dan setiap hari raja melewatkan siangnya menemani kekasihnya, berharap suatu saat sang gadis mau membuka matanya. Suatu hari saat dia kembali ke tengah hutan, dia menemukan seorang bayi laki-laki yang tampan terbaring di samping sang putri. Setelah beberapa waktu dan si bayi mulai belajar berbicara, raja bertanya apakah ibunya sudah meninggal
“Tidak,” katanya. “Ibuku akan bangun setiap malam datang dan mengasuhku seperti engkau mengasuhku sepanjang siang.”
“Lalu, knapa ibumu selalu tertidur saat siang hari?” tanya raja.
”Itu karena kalung permata yang dipakai oleh ratu. Setiap malam dia akan menanggalkannya, dan saat itulah ibuku kembali hidup,” katanya.

Apa hubungan ratu dengan putri ini, pikir raja. Lalu dia meminta anak kecil itu untuk menanyakan anak siapakah dia sebenarnya. Kemudian raja kembali ke istananya.

Esoknya anak itu menjawab: “Ibuku bilang bahwa aku adalah anakmu, yang dikirim untuk menghiburmu karena telah kehilangan ketujuh putramu. Mereka telah dibunuh dengan kejam oleh ratu karena cemburu pada ibuku, putri Aubergine.”
Raja terkejut dan murka mendengar kabar pembunuhan yang kejam itu. Dia meminta anak kecil itu untuk menanyakan hukuman apa yang pantas untuk ratu atas segala kejahatannya, dan bagaimana kalung yang dipakai ratu bisa membuatnya kembali hidup.

Hari berikutnya anak itu menjawab: “Menurut ibu, hanya aku yang bisa mengambil kalung itu. Maka nanti malam bawalah aku ke istana. Maka raja membawa anak itu ke istana dan mengumumkan bahwa anak ini yang kelak akan menjadi pewarisnya. Teringat akan ketujuh putranya, timbul rasa benci di hati ratu terhadap anak itu. Dia bermaksud untuk meracuninya. Dengan hati-hati dia memasakkan beberapa potong dendeng manis dan disuruhnya anak itu untuk memakannya. Namun dia menolak memakannya sebelum diperbolehkan memegang dan bermain dengan kalung yang melingkar di leher ratu.

Karena sangat ingin segera membunuhnya, ratu membuka kalung permatanya dan memberikannya. Begitu kalung itu sampai di tangannya, secepat kilat si anak itu lari meninggalkan istana tanpa sempat bisa dicegah. Dia tidak berhenti bahkan untuk bernafas hingga tiba di hadapan bundanya. Segera dipasangkannya kalung itu di leher ibunya yang seketika itu juga hidup kembali.

Ketika raja menemuinya keesokan harinya, raja memintanya untuk ikut ke istana dan menikah dengannya.
“Aku tidak akan menikah denganmu sebelum kau menghukum ratu yang tidak hanya berniat membunuhku dan anakku, juga telah membunuh ketujuh putranya,” kata putri. “Aku tidak akan merasa aman sebelum dia pergi dari istana.”
“Aku pasti akan menghukumnya karena dia telah membunuh anak-anakku,” janji raja.
Maka raja memerintahkan untuk membuat lubang yang berisi kelabang dan ular berbisa lalu menjebloskan ratu ke dalamnya hingga ia mati.

Akhirnya raja memboyong putri Aubergine ke istana dan mereka pun menikah. Begitulah mereka hidup berbahagia selamanya.

(SELESAI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar