Dongeng – Peramal Istana

Shallu sangat mencintai istrinya, Rawina. Apa saja yang diinginkan istrinya ia berusaha menurutinya. Meski untuk itu Shallu harus bekerja keras sebagai penjual buah keliling. Sampai suatu hari istrinya meminta Shallu untuk berganti pekerjaan.

“Aku ingin kau jadi pejabat istana, suamiku,” pinta Rawina.
“Mengapa harus jadi pejabat istana?” tanya Shallu bingung.
“Tadi siang aku pergi ke pasar. Tapi pasar itu ditutup untuk umum selama beberapa waktu karena ada istri pejabat istana yang sedang berbelanja. Hal ini sudah seringkali terjadi,” cetus Rawina dengan nada iri.

Shallu yang malang terpaksa berpikir keras untuk mewujudkan keinginan istrinya. Keesokan harinya ia membeli tikar, dupa, buku-buku ramalan, dan seperangkat alat yang biasa digunakan para tukang ramal lainnya. Kemudian ia menggelar perabotannya tak jauh dari gerbang istana.

Kebetulan saat itu, sang Ratu yang hendak mandi menyuruh seorang dayangnya untuk menyimpan anting-antingnya di tempat aman. Dayang yang tahu bahwa dirinya sering pelupa, menyimpannya di lubang tembok kamarnya. Tak lupa ia menyimpan sehelai rambut sebagai tanda di lubang itu.

Namun kesibukan dayang itu membuat lupa. Maka ketika sang Ratu bertanya tentang anting-antingnya, dayang itu kalang kabut mencarinya. Masalahnya, anting-anting itu adalah perhiasan kesayangan ratu. Hukuman terberat bisa saja ditimpakan padanya.

Dayang pelupa itu berusaha kabur dari istana. Tapi di pintu gerbang ia melihat seorang peramal tengah duduk serius. Dayang itu berharap peramal itu dapat membantunya.
“Saya dalam bahaya, Pak. Saya lupa tempat menyimpan anting-anting Ratu. Jika Bapak dapat mengingatkan saya tempatnya, saya akan berterimakasih sekali,” kata dayang itu.

Peramal itu tidak lain adalah Shallu. Ia sedang melamun saat dayang itu datang. Diingatnya wajah istrinya yang cantik. Yang membuatnya jatuh cinta kepadanya adalah rambut istrinya yang panjang dan hitam mengkilat. “Ya, rambut itu … rambut itu,” gumam Shallu.

Dayang itu terkejut mendengar kata-kata Shallu. Ia segera teringat lobang tembok yang ditandai rambutnya. Segera saja ia kembali ke istana setelah mengucapkan terimakasih. Dicarinya anting-anting milik Ratu. Sambil menyerahkan anting-anting Ratu, dayang itu langsung menceritakannya kepada baginda Raja.

Tidak berapa lama kemudian Shallu pun diminta untuk bekerja di istana. Ia diangkat Raja sebagai peramal istana. Rawina merasa bangga dengan pengangkatan itu. Namun Shallu malah menjadi cemas, karena ia memikirkan akibat yang harus ditanggungnya jika Raja mengetahui hal sebenarnya.

Beberapa hari setelah Shallu menjadi peramal istana, Raja memanggilnya untuk sebuah tugas. Shallu diminta menangkap pencuri yang telah mengambil sejumlah perhiasan milik Ratu.
“Aku memberimu waktu tujuh hari. Jika gagal, kau dan istrimu akan dihukum,” titah Raja.

Shallu semakin bingung. Jika hukuman itu untuknya saja, bukan masalah. Tapi ia tidak mau istrinya ikut dihukum. Akhirnya begitu tiba di rumah ia hanya dapat menyerahkan tujuh butir kacang yang dimasukkannya ke dalam botol kepada istrinya
“Berikan padaku satu butir kacang setiap malam menjelang tidur. Sehingga aku ingat, pada kacang terakhir nanti kita harus pergi meninggalkan negeri ini keesokan harinya,” kata Shallu.

Rawina hanya dapat mengangguk sambil menahan tangis. Ia mulai mengerti betapa dirinya terlalu serakah. Permintaannya membuat ia dan suaminya dalam keadaan bahaya.

Tanpa mereka duga, jumlah kawanan pencuri perhiasan istana itu berjumlah tujuh orang. Mereka juga mendengar perintah sang Raja kepada Shallu. Maka untuk mengetahui kehebatan Shallu, kawanan pencuri itu menyelidiki tempat kediaman Shallu.

Pada malam harinya salah seorang pencuri naik ke atap rumah dan mendengar percakapan Shallu dan Rawina tentang pencurian di istana. Sambil bicara, Rawina menyerahkan biji kacang kepada Shallu.
“Suamiku, ini yang pertama,” katanya sambil mengingatkan Shallu.
Shallu memperhatikan biji kacang di tangannya. “Ya, yang pertama. Sangat hitam,” sahut Shallu.

Rupanya pencuri itu mengartikannya lain. Dia mengira Shallu dan istrinya mengetahui kedatangannya. Segera saja ia berlari menemui pimpinan pencuri.
“Bos, rupanya peramal itu sudah mengetahui kita. Bahkan ia tahu warna kulitku segala,” kata pencuri yang berkulit hitam itu.

Pimpinan pencuri itu menyuruh anak buahnya mendatangi Shallu. Semuanya bertambah yakin akan kehebatan Shallu. Hingga akhirnya pimpinan pencuri itu datang sendiri ke rumah Shallu. Pada saat itu pula Rawina memberikan biji kacang yang ketujuh.
“Ya, inilah yang terakhir. Dan ini yang terbesar di antara lainnya,” komentar Shallu.

Pimpinan pencuri itu merasa panik mendengarnya. Dengan cepat ia kemudian keluar dari persembunyiannya dan bersujud di kaki Shallu. “Maafkan kami. Tuan. Kami berjanji tidak akan mencuri. Kami akan mengembalikan perhiasan yang kami curi. Tapi tolong bebaskan kami,” kata pemimpin pencuri itu. .

Shallu sangat terkejut dengan kejadian itu. Ia masih belum menyadarinya sampai kawanan pencuri itu mengembalikan seluruh perhiasan yang mereka curi. Baginda Raja sangat terkesan dengan kehebatan Shallu meski pencuri itu tidak ditangkap. Ia memberikan Shallu hadiah.

Sehari kemudian Rawina meminta Shallu agar mereka berkata terus terang kepada Raja karena mereka kini selalu merasa cemas. Shallu kembali berpikir keras untuk keluar dari istana. Satu-satunya jalan adalah ia pura-pura menjadi gila!

Maka siang harinya ia sengaja keluar dari kamar mandi tanpa berpakaian lengkap. Sambil berlari ia menuju ruang singgasana Raja. Tentu saja orang-orang bingung melihat tingkahnya. Apalagi ketika kemudian Shallu menggendong baginda Raja.

Tapi lagi-lagi, keajaiban terjadi. Tiba-tiba atap di atas singgasana Raja roboh. Beberapa orang tewas seketika, namun baginda Raja selamat karena digendong oleh Shallu.

“Dia benar-benar pejabat istana yang setia. Mengetahui Raja akan celaka, dia keluar dari kamar mandi meski belum selesai berpakaian untuk menyelamatkan Raja,” seluruh rakyat membicarakan kehebatan Shallu.

Raja semakin sayang terhadap Shallu. Namun demikian Shallu dan Rawina memutuskan untuk berterus terang sehingga Raja pun menyadari bahwa tidak ada satu hal pun yang dapat diramalkan oleh manusia. Shallu tetap diangkat menjadi pejabat istana. Jabatannya bukan sebagai peramal, melainkan penasihat Raja.

(SELESAI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar